Pesan untuk Rio



Terimakasih yang terindah, Dhita ucapkan dari hati lembutnya, pada seorang Mario Septino —sosok yang pernah ia kenal, sangat menyayanginya, dulu— dari  dalam hati yang sebenarnya, ia tak pernah terima akan segala sikap Rio padanya. Namun Rio memerani hal terpenting dalam hidupnya, karena secara tak langsung ia telah membantu Dhita untuk berpikir dewasa dan hati-hati dalam menilai orang lain.
          Tercoreng, betapa buruknya sikap Rio padanya, dulu. Ibarat lembaran kertas usang, mungkin Rio telah dirobek menjadi sekian bagian, lalu ia biarkan bertebaran dilantai, karena siapa tahu ada seseorang baik hati yang memungut dan membersihkan keburukan hati seorang Rio. Ibarat guling, mungkin Fahmi mengalami luka yang cukup parah, karena dibenturkan tiap hari ke tembok. Juga bagai kerikil kecil, yang dengan mudahnya ia lemparkan kedanau, biar air danau menenggelamkan kerikil itu dari hati Dhita.
          Tapi, Dhita bukanlah pribadi yang seperti itu, itu hanya penggambaran kekecewaan hati Dhita saja. Ia adalah seorang pemaaf seperti pencipta-Nya, ia pun pemurah terhadap semua orang yang dikenalnya. Meski kadang, kebaikan Dhita sering disalahgunakan oleh orang-orang yang mengenalnya.

          Dhita terkulai lemah usai berjalan disepanjang koridor sebuah tempat, “Haii Miss Desi.” sapanya datar, begitu masuk kesebuah ruangan.
          “Dhita Savira, what do you feel today? Mana Rio? Ngga anter kamu les vocal siang ini?” Miss Ratna memandangnya keheranan.
          Dhita menggeleng lemah. Sikapnya yang mencurigakan, cepat disadari oleh Miss Desi, seseorang yang sangat kenal dekat dengannya. “Story with me. Kamu pasti ada masalah sama dia? Minggu lalu, dia ngga les gitar ditempat Miss. Pasti kalian ada apa-apa.” sergahnya.

          Dhita sadar, ia tak bisa menyembunyikan hal ini. Hatinya kacau. Ia sangat butuh tempat curhat, “Aku putus sama dia. Aku ngga tahan sikapnya. Serasa boneka buatnya.” cerita Dhita dan bla bla bla, sampai akhirnya Miss Desi memberi dispensasi bagi hati Dhita, yang baru saja mengalami putus cinta. Les vocal hari ini ditunda. Karena tak mungkin dilanjutkan, mengingat feel seorang Dhita yang diselimuti kegalauan, gelisah juga perasaan yang kacau.

**
          Dua minggu setelah kejadian itu, Mario datang ke tempat lesnya. Disebuah ruangan kosong, terlihat Miss Desi sedang membersihkan peralatan musiknya. Langkah kaki Mario menghentikan pekerjaan Miss Desi, ia menoleh. “Rio.. Kemana aja kamu?” tanyanya.
          Mario meletakkan gitar yang dibawanya, diatas meja. “Maaf Miss. Saya lupa bilang, waktu itu saya lagi ada urusan.” ungkapnya datar.
          Miss Desi menanyakan pada Mario, apakah itu urusan keluarga atau bukan? Sekejap Mario hening. Ia bingung harus menjawab apa. Bola matanya berputar mencari asalan yang pas untuk moment seperti ini, “I..ya.” angguknya pelan. Sangat lambat.
          “Aku kenal kalian. Sangat kenal. Harusnya, kamu jangan kunci hatimu, buka sedikit celah buat cewek itu masuk. Dia sayang kamu.” jelas Miss Desi.
          Mario tertunduk, ia paham betul, sikap Miss-nya yang satu ini. Selain pandai dalam hal musik, ia pun pandai dalam memahami karakter orang. “Maaf Miss, belum bisa.” jawabnya singkat.
          “Kalau belum bisa. Jangan memulai. Cewek selalu pake perasaan mereka buat hal kaya gini. Jangan gampangin perasaan, sekali-kali imbangin logika sama perasaan kamu. Cewek butuh pengertian.” jelas Miss Desi tegas.
          Mario bangkit dari kursi yang ia duduki, “Tolong Miss, jangan bahas ini. Saya kesini mau les bukan curhat.” protesnya sinis, lalu mengambil gitarnya.

          Miss Desi menyerah. Ia tak bisa mengorek sedikitpun mengenai penyebab keretakan hubungan kedua muridnya. Ia gagal. Ia tak bisa memenuhi permintaan Dhita. Tak lama, murid-murid lain datang dan Miss Desi memulai les gitarnya sore ini.

**
          “Kenapa telepon gue ngga lu angkat, sms gue gada satupun yang lu bales Ta? Kenapa? Lu masih marah, lu kecewa sama gue? Oh, Dhita. Gue kangen sama lo banget malem ini.” Mario mengoceh sendiri dikamarnya, mengingat sosok Dhita, yang pernah hadir dalam hidupnya. Yang sempat mendatangkan kasih sayang padanya, walau hanya sementara, sebelum akhirnya, Mario menjelaskan semuanya. Tentang dia, hidupnya dan masalalunya.
          Dhita, aku mau jujur sama kamu. Maaf, sebelumnya, sebenarnya aku ngga pernah sayang sama kamu. Kamu ngga ada apa-apanya buat aku. Tolong ngerti, aku ngga mau nantinya kamu tahu dari oranglain. Aku masih deket dan masih berhubungan sama Rissa, mantan aku. Tapi aku ngga ada niat buat nyakitin kamu lebih parah lagi, makanya aku ungkapin malem ini juga, dihari jadi kita yang sebulan. Aku, aku sayang Ta.. Sama Rissa.” Jelas Mario saat ia dan Dhita berada disebuah Pantai terkenal didaerah; Banten.
          Pengakuan terpahit yang pernah Dhita dengar dari mulut pacarnya, ia tatap mata Mario dengan tajam, “Hebat. Hal kaya gini aku gapernah tahu. Kamu pelampiasin aku aja, aku gasadar. Kalo kamu ngga bilang sekarang, seumur hidup kita pacaran, aku gakan pernah tahu perasaan kamu. Makasih yaaa, atas kemunafikannya. Semoga bahagia sama Rissa.” Dhita menekankan ucapan –Rissa— diakhir kalimatnya, ia mengungkapkan kekesalan yang teramat sakit untuk didengar.

          Lamunan Mario usai. Ia mengingat lagi, kata demi kata yang Dhita ucapkan padanya, karena sepertinya ada kekecewaan yang mendalam dihati Dhita. Setelah dua hari putus dengan Dhita, Mario mendapat kabar, bahwa Rissa telah punya pacar baru, lambat laun Mario pun merelakan mantan pacarnya itu, menjadi milik oranglain, milik temannya. Ia rela. Ia juga merasa tak pantas lagi berada dihidup Rissa, karena hadirnya sosok pengganti yang ternyata, telah mendatangkan kenyamanan baru untuk seorang Rissa.
          Memang, menjalin hubungan lebih kurang 5tahun lamanya adalah hal yang tak biasa dialami setiap orang. Bahkan kalau pun ada yang mengalami, itu juga sangat jarang. Bagi cowok, bila ia telah pacaran lebih dari 3tahun lamanya, ia akan sulit moveon dan melupakan kenangan bersama mantannya dulu. Itulah yang sekarang, menjadi pokok masalah akan hubungan Mario dan Dhita.
          Dhita Savira, Dhita, Dhita dan Dhita. Nama gadis itu, terlintas diingatannya. Mario merebahkan diri dikasur empuk-nya, membayangkan juga mengenang setiap hal yang pernah ia lakukan bersama Dhita. Sederhana. Saling bergurau dipesan singkat, berucap kata-kata serius saat bertatap, begitu juga sebaliknya. Indah. Masih sangat indah. Masih membekas diotaknya. Masih hangat dan belum terhapus diingatannya.

**
          Mario tiba ditempat les Dhita. Tempat les gitar-nya dan tempat les vocal Dhita memang satu management, namun beda lokasi. Guru lesnya pun sama, Miss Desi juga. Usai memarkirkan sepeda motornya, ia pergi keruang vocal, “Sore Miss..” ucapnya. Mata Mario menangkap sepasang mata yang dikenalnya, “Ada Dhita juga.. So..sore Ta.” ucapnya gagap. 

          Dhita menatap matanya sayu. “Miss, udah jam 5. Aku pamit. Makasih lesnya hari ini.” pamitnya pada Miss Desi. Dhita melewati Mario begitu saja, tanpa melirik, tanpa tegur juga sapa. Mario heran akan sikap cewek, yang baru beberapa minggu putus dengannya itu. Aneh.
          “Kenapa dia Miss?” tanyanya, saat bayangan Dhita tak terlihat diruangan musik dan hanya ada Miss Desi juga Mario disana. Tak ada oranglain.
          Miss Desi menatap Mario cuek, “Kepokan? Kalau punya perasaan, kejar sana orangnya.” suruhnya tegas.

          Mario berada diteras depan. Bola matanya mengarah ke berbagai sudut tempat. Tak didapatinya, sosok yang ia cari. Ia berbalik badan, bermaksud untuk masuk lagi ke tempat les Dhita, ingin membicarakan suatu hal pada Miss Desi. Namun ternyata, “Ngapain lo diluar? Bukannya tadi didalem.” ucap suara yang sangat dikenal Mario —Dhita Savira. Mario berbalik menghadap Dhita.
          “Engg.. Nyari lo.”
          “Buat?”
          “Ada yang pengen gue omongin, makanya gue kesini. Niatnya mau sekalian anterin lo balik, yuk pulang.” Mario menggandeng tangan Dhita.
          Dhita melepas tangannya kasar, “Sorry. Gue masih mau disini. Gue ada kerjaan.” jelasnya. Sepasang mata memandangi mereka dari kejauhan.
          “Lo kerja?” tanyanya heran.
          “Bukan urusan lo.”
          “Okee, gue pengen ngomong sama lo. Pliss, ikut gue bentar, nanti gue anterin ketempat kerja lo.”
          “Ngomong aja disini.”
          “Ayolah Ta..”
          “Bahasa gue jelas ngga si? Ngomong aja disini.”
          Ia nyerah. “Iya iya iya, gue ngalah.” ucap Mario, ia menunduk. “Ta, boleh ngga, kalau gue minta lo, jadi cewe gue lagi?”
          “Gausah becanda.”
          “Serius.”
          “….”
          “Ta, gue selalu kangen lo tiap kita jauh. Tiap lo gabales semua sms gue semua telepon gue, gue kangen Ta. Gue gapengen jauh sama lo.”
          “Plis Rio, selagi lo masih stuck sama Rissa..” Dhita melirik pergelangan tangan kanan Rio, yang disana masih menempel sebuah gelang juga arlogi ridcurl, pemberian dari Rissa. “Lo gausah dateng ke gue. Lo berenti, anggep gue boneka lo. Gue bukan game. Dibelakang lo, ada cewek yang daritadi merhatiin kita, kalau lo butuh dia, dateng aja ke dia.” ucapnya lalu pergi meninggalkan Mario yang kaku dan diam tanpa kata. 

Mario menoleh, kearah yang disebutkan Dhita, terlihat disana, Miss Desi tersenyum simpul memperhatikan wajah Mario yang sayu ditinggal Dhita. Lalu Mario pergi ke parkiran dan pulang.

**
          Selepas kejadian mengharukan kemarin, Mario yang masih diselimuti perasaan galau, langsung mendatangi Miss Desi. Ia menceritakan apa yang ia rasakan sekarang. Apa yang menyebabkannya, begitu ingin Dhita kembali kepelukannya seperti dulu? Ia menjelaskan secara rinci pada Miss Desi. Tak ada kebohongan dalam hatinya. Sungguh, kali ini Mario seperti kehilangan logikanya. Ia terhanyut akan perasaannya pada Dhita.
          Mario mengingat percakapan dengan Miss Desi tadi, “Dia kecewa sama kamu. Sampai detik ini, masih kecewa. Tapi tenang, dia maafin kamu kok. Cuma dia butuh privasi sendiri, dia butuh ketenangan. Mungkin susah, buat orang kaya dia kalo udah dikecewain sama orang dan pasti dia akan ngejauh dari orang itu. Kamu harus ngerti, dia begitu bukan berarti sombong sama kamu, dia pengen jaga jarak agar perasaannya lebih terkontrol lagi.” jelasnya.
          Ohya, aku denger, kemarin dia mau tempat kerjaannya gitu? Emang dia udah kerja Miss?” tanyanya.
          Iya. Kemarin hari terakhir dia les ditempat Miss. Katanya, dia udah keterima kerja sbg penyanyi di CafĂ© daerah Kemang, jadi dia ngga les disini lagi, dia juga katanya mau ngekost didaerah Kemang….” ucap Miss Desi.

          Deg! Sangat jleb mendengarnya. Ucapan terakhir Miss Desi masih terngiang diotak dan pikiran Mario. Sungguh, ini benar-benar yang namanya kehilangan sosok orang yang disayang. Perasaan yang harusnya, sudah ada sejak dulu, kini baru ia rasakan setelah orang itu benar-benar memutuskan untuk hilang dari kehidupan kita. Tak terbayangkan betapa sakitnya, hal itu.

--END--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Titik Balik

Pengorbanan Shilla

Kopi Pahit