Bukan Dia tapi Dia



          Aku percaya, Tuhan memberi satu wanita untuk satu pria. Mendatangkan sebuah pertemuan dengan sebuah alasan. Kadang timbul penyesalan, kadang juga timbul kebahagiaan. Semua tergantung cara kita mengaplikasikannya dalam kehidupan. Ada yang hanya sesaat, ada juga yang setiap saat. Tentunya Tuhan adil pada ciptaan-Nya, cepat atau lambat ia akan mendatangkan kebahagiaan setelah adanya kekecewaan atau rasa kehilangan. Butuh proses juga pastinya… Kitalah yang menentukan, berusaha dan bersabar untuk mencari yang terbaik, atau terus menunggu tanpa usaha?
          Gilang Dirga, sosok pria dambaan tiap wanita. Sikapnya baik, ramah, murah senyum, supel, dewasa, juga tipikal orang yang bertanggung jawab akan tindakannya. Pria yang kukenal saat pertemuan tak sengaja, beberapa minggu lalu. Dia sangat cuek. Tapi dibalik penampilannya yang cuek, ia sangat baik. Aku ingat saat ia menolongku, ketika ku terjatuh saat walk climbing.
          Virgo Ardian, orang yang berbeda dari tokoh sebelumnya. Dia cenderung cuek, sangat cuek luar dalam. Tetapi, dia mempunyai karisma, yang semua pria didunia, jarang memilikinya. Dia juga mempunyai tatapan mata yang teduh, kala menatap oranglain. Itulah pernyataanku, saat pertama kali mengobrol dengannya. Aku suka mata indahnya.
          Gilang dan Virgo. Keduanya berbeda, sikapnya, sifatnya juga tingkah lakunya. Aku dekat dengan keduanya, aku kenal Gilang di Gelanggang Olahraga karena tiap sore, aku sering walk climbing disana. Dan, Virgo, aku bertemu dengannya kali pertama disebuah food court yang tak jauh dari Gelanggang Olahraga. Ia memandangku datar, ketika ku merebut soft drink yang dipegangnya. Padahal, aku duluan yang mengambilnya. Lalu mata kami bertemu, berpandangan cukup lama dan.. petugas food court itu mengagetkan kami berdua. Tak sampai disana, aku juga bertemu Virgo sedang lari pagi di Gelanggang Olahraga yang sama. Berawal darisana, aku mulai sering bertemu dengannya, hingga akhirnya kami berkenalan.

**
          Tak terasa, hampir 2 bulan, aku dekat dengan keduanya. Waktu kuliahku pun hampir tersita karena mereka berdua. Sampai kadang, aku sempat membuat janji dengan mereka, dijam dan tempat yang sama; Gelanggang Olahraga Messy. Namun setelah kutiba disana, tak satupun dari mereka yang datang. Aku memutuskan untuk pulang. Aku melangkahkan kaki menuju mobilku, dengan lunglai. Sepasang mata memandangku dari kejauhan.

          “Wenda.. Maaf telat.”
          “Gilang? Iya gapapa, ini hujan.. Kita neduh disana aja!”

          Aku dan Gilang sama-sama merapikan diri yang hampir basah karena hujan. Kami berteduh ditribun sepak bola. Aku memandang langit yang mulai memuncratkan air, dengan derasnya. Kulirik arlogi yang menempel manis dipergelangan tanganku. Aku memandang layar handphone-ku, sama sekali tidak ada panggilan masuk ataupun pesan singkat. Sesekali kulontarkan obrolan dan joke ringan supaya membangkitkan suasana. Wajahku cemas, bibirku tiba-tiba saja terkunci, jemari tangan kiriku mengisi celah-celah dijari tangan kanan. Gilang mulai menyadari sikapku yang aneh.

          “Kamu kenapa? Ada janji sama orang? Daritadi gelisah banget.”
          “Engg…. Iya.”
          “Mending ditelepon aja.”
         
 Terlihat seseorang berlarian kecil kearah kami sambil melindungi diri dengan jaketnya. Aku menghentikan kegiatanku, yang mencari kontak Virgo. Aku memandang orang diseberangku, dari atas sampai bawah juga melirik kearahnya. Aku kenal dengan orang ini. Ingin memanggilnya, tapi aku sedang bersama Gilang? Aku harus bagaimana?

           “Igo? Ngapain lu disini?”
          “Hei, Gilang. Gua lagi nunggu anak-anak gua, biasa, mau futsal.”
          “Ohh, sini gabung.. Gue kenalin sama cewek, yang sering gue ceritain ke elo. Sini Go..”
         
 Degg! Apa yang kalian pikirkan, sama seperti apa yang kupikir. Ternyata mereka saling mengenal satu sama lain. Aku menunduk, ketika Virgo mulai mendekati kami dan duduk disebelah kiri Gilang. Ku curi-curi pandang, pada Virgo yang tengah mengobrol dengan Gilang, sepertinya mereka cukup akrab. Virgo yang kuperhatikan sejak tadipun, tak melirik kearahku. Ia nampak asik mendengarkan cerita Gilang, tentangku. Ah? Tentangku? Aku sempat menguping sedikit pembicaraan mereka. Kubuang pandangan kebawah dan kugigit bibir bawahku, begitu mendengar bahwa ternyata Gilang, menyukaiku dari dulu. Lalu, Gilang pun merangkulku. Dengan terpaksa, mataku dan Virgo saling menatap, karena Gilang mengenalkanku dengannya. Padahal, kami sudah saling mengenal.

          “Oh ya, gue mau jemput si Mila. Tadi doi telepon gue.” ucap Virgo sambil memandangku.
          “Ciee, sama Mila lagi nih.”
          “Ya gitu, gue sama Mila, sama-sama ngga bisa jauh kayanya. Gue duluan yah… Have fun lo berdua.” ucapnya dengan tertunduk, lalu pergi.
          
 Aku menatap lurus kearah Virgo. Memandangnya dari tempat yang  sekarang aku duduki. Sesak sekali dada ini, detakannya bisa kurasakan ketika tangan kananku menyentuh bagian dada. Aku mulai tak semangat membangun obrolan dengan Gilang. Perlahan, aku memandangnya dan diapun tersenyum. Jauh dalam lubuk hati ini, aku menyesal, sangat menyesal. Mungkin aku terlalu cepat memulainya dengan Gilang, padahal sebenarnya, yang ada dihatiku bukan dia tapi dia; Virgo.

     --END--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Titik Balik

Pengorbanan Shilla

Kopi Pahit