Pesan lewat Bunga



Aku ingat, tentang sebuah bunga yang tumbuh disekitar pekarangan rumahku. Bunga yang dengan rajinnya, kusirami tiap sore. Bunga yang kurawat mulai dari bibit hingga akhirnya, tumbuh menjadi bunga yang sangat cantik. Saat memasuki usia 19 tahun, aku berkeinginan untuk membuat toko bunga. Ingin memasarkan bunga-bungaku yang kutanam kurang lebih 3 tahun, kira-kira terdapat 12 spesies bunga yang tumbuh dipekarangan rumahku. Dan akhirnya, keinginan yang kupikir mustahil, kini menjadi nyata. Terpampang sebuah reklame bertuliskan; Nariss Flowers, disamping rumahku. Kini toko itu, dijaga oleh ayah dan juga 2 kurir, untuk membantu tugas ayah.

          Narista Maharani, ya, itu aku. Nama toko bunga itu, diambil dari namaku. Aku mulai menyukai bunga sejak kecil. Almarhumah, mamaku, juga sangat menyukai bunga, terlebih bunga mawar. Jadi mungkin, aku keturunan mama, yang sangat menyukai bunga. Hiasan dinding kamarku, juga tak luput dari bunga. Sampai wewangian yang kupakai sehari-hari, juga dari bunga, lebih tepatnya beraroma lily. Aku duduk dibangku kuliah, jurusan Psikologi. Seseorang yang telah pantas disebut sebagai psikolog, karena aku duduk disemester 5 atau lebih dikenal dengan seniornya dunia psikolog. Tentang cinta? Ya, aku juga seperti kebanyakan wanita disana yang ingin mencinta dan dicinta. Dan, kalian tahu? Bunga membawaku pada seorang Virgo Ardian, calon sarjana HI, atau Hubungan International.

          Bagaimana akhirnya kami kenal? Yap, akan kuceritakan sedikit, tentang pertemuan kami pertama kali. Malam itu, hujan datang mengguyur kota Jakarta dengan lebatnya. Seseorang berkemeja hijau tosca, keluar dari Honda Jazz putih dan berlarian kecil memasuki toko bungaku. Ia membasuh kemejanya yang agak basah karena hujan. Lalu, ia datang menghampiriku dan memesan satu bucket bunga mawar merah untuk orang yang sangat special, katanya. Saat aku memberikan satu bucket bunga pesanannya, mata kami bertemu dan kami saling pandang cukup lama. Ah! Aku yang langsung menyadari hal itu, jadi salah tingkah dibuatnya, tak lama kami berkenalan. Dan semenjak saat itu, kami mulai dekat.

          “Hei, ngelamunin apa sih? Serius banget.” Virgo datang membawa dua buah ice cream cone, lalu duduk disebelahku.
          “Ngilang mulu sih kamu…. Itu, aku keinget pertemuan kita dulu. Lucu ya Go, masa ketemunya ditoko bunga pas lagi hujan pula, hehe.” jawabku.
          “Engga, mau ngasih sureprize aja. Lagian, kamunya tadi bengong gajelas gitu. Yaudah, aku beliin ice cream deh. Engg, oh ya, tunggu sebentar…” lagi dan lagi, Virgo menghilang dari pandanganku.

          Dia memang seperti ini. Menghilang tidak jelas dan tiba-tiba muncul mengejutkan. Tapi, aku sangat menyukai caranya yang seperti ini. Ia sangat romantis, penuh dengan kejutan. Aku suka dengan pria, seperti dia. Jika dulu kupikir, pria romantis hanya ada dinovel atau film-film, tapi nyatanya tidak. Kini aku sedang mengalaminya. Jadi ingat, saat dia meninggalkanku sendiri, waktu kami lagi dinner disalah satu restoran. Tiba-tiba dia menghilang dari pandanganku dan akhirnya mataku menemukan sosok dirinya sedang diatas panggung kecil menyanyikan lagu romantis yang dipersembahkannya, untukku. Huh, aku jadi senyum-senyum sendiri dibuatnya.

          “Nih, buat kamu.” Virgo tiba-tiba muncul dibelakangku, memberikan bunga lily ungu.
          Aku menyernyitkan dahi.
          “Iya tau, kamu punya banyak bunga ditoko. Pajang aja ini divas bunga kamar kamu.” ucapnya ramah.
          
 Waw, kejutan lagi, kejutan lagi. Aku sampai melongo dibuatnya. Bingung harus berkata apa, rasanya bibirku terkunci dan kuncinya tiba-tiba saja hilang. Aku menelan ludah dan berusaha tersenyum didepannya. Aku tak kuasa membohongi perasaanku, yang kala itu sangat senang akan kejutannya kali ini. Mataku berbinar melihat sikapnya, untuk yang kesekian kali. Padahal, jika boleh jujur, bunga darinya dikamarku, terhitung 3 tangkai, termasuk bunga yang kupegang sekarang. Usai ku menerima bunga itu, dia selalu bilang, ‘Semoga suka ya sama bunganya.’ Dan kalian boleh percaya atau tidak, hal yang pertama kali kuingat, bila disuruh menggambarkan tentang Virgo, setelah wewangiannya adalah kata-kata itu.

**
          Jumat, 10 Mei 2011, 08:00 wib.
          Hari ini menjelang puncak ulang tahunku, yang akan diadakan nanti malam. Aku dan ayah, tengah sibuk mendekorasi ruang tamu agar terlihat seindah mungkin untuk acara malam nanti. Kakakku, Marciane Ariesta, tiba dari Bandung, subuh tadi. Kini ia juga ikut mendekorasi ruang tamu bersama aku dan ayah. Seperti yang kalian tahu, pendekorasian ini, tak luput dari bunga. Dan untuk sementara waktu, toko bunga, kami tutup.

          Sore harinya, aku dan pacarku, Virgo, pergi ke butik langganan keluarga Virgo. Ia berniat membelikanku sebuah gaun panjang berwarna pink soft yang sangat indah, rancangan designer ternama. Aku terpukau didepan kaca, begitu melihat bayanganku yang mengenakan gaun itu, sangat ideal dengan tubuhku. Virgo tersenyum simpul melihatku berputar-putar didepan kaca menjajal gaun pilihannya.

          Menjelang senja, tamu-tamuku mulai berdatangan. Teman SD, SMP, SMA, teman kampus juga magangku, datang diacara ini. Rata-rata hal mereka ucapkan saat pertama kali melihatku adalah, memuji gaun yang kukenakan. Mungkin saat itu, aku terlihat anggun dengan gaun pilihan Virgo, sangat berbeda dengan aku yang sehari-hari mengenakan baju gombrong, walau masih terlihat modis. Oh ya, mana Virgo? Kutengok kanan dan kiri mencari sosok yang membelikan gaun ini untukku. Hampir setengah jam menunggu, ia tak muncul juga.

          Strawberry cheese cake didepanku, mulai menggiurkan. Semua yang datang, menyuruhku agar memulai acara. Namun aku menolak, karena yang kutunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Aku mulai panik dan khawatir. Handphonenya tidak bisa dihubungi. Aku menghela nafas berat, saat melihat wallpaper yang terpampang dihandphone-ku.

          Suara klakson mobil terdengar, memecah keheningan dan agak membuatku lega. Mungkin itu, Virgo. “Heii..” Virgo berlarian kecil membawa satu bucket bunga mawar merah, ia kini berdiri didekatku.
          “Kamu kemana? Acaranya mau dimulai. Kita semua nunggu kamu.” Ucapku setengah marah, namun cemas.
          “Handphone-ku lowbet. Aku kejebak macet. Yaudah, kita mulai acaranya. Mohon maaf semua, udah buat kalian nunggu.” Virgo membungkukkan badan sambil tersenyum ramah pada semuanya.
          “Oh iya, sebelum aku lupa, besok mamaku ulang tahun. Aku mau pesan satu bucket mawar merah sama putih ya. Tolong anter kerumahku besok pagi. Engg… Semoga kamu suka ya bunganya. Happy birthday Naris..” ucap Virgo lagi. Kemudian, acara pun dimulai.

**
          Sabtu, 11 Mei 2011, 07:10 wib.
          Pagi ini, Intania Permata, ibunda Virgo berulang tahun. Usai mandi, sarapan dan berbenah diri, aku pergi ke toko mengambil bunga pesanan Virgo. Dengan ditemani Honda Jazz-ku, aku meluncur kerumah Virgo. Jam arlogiku mulai menunjukkan pukul 07:15, masih cukup pagi. Lalu lalang kendaraan juga masih lengang. Maklum weekend.
          Aku tiba didepan rumah berpagar hijau. Usai merapikan diri, aku memegang bucket bunga dengan tangan kiriku dan kuraih handphone yang tadi kutaruh diatas dashboard mobil. Kuparkirkan mobil tak jauh dari rumah Virgo. Aku memasuki pekarangan rumahnya. Masih sepi, hanya ada seorang tukang kebun yang tengah membersihkan tanaman dan pekarangan kebun. Aku berdiri diambang pintu, dan memencet bel, kemudian seorang wanita paruh baya, keluar dari rumah tsb.

          “Maaf, siapa ya?” tanyanya heran.
          “Permisi tante, saya Naris. Temannya Virgo. Saya mau nganter bucket bunga pesanan Virgo buat tante. Oh iya, selamat ulang tahun ya tante. Semoga sehat selalu dan panjang umur. Amin.” Aku memberikan bucket bunga itu padanya.
          Terpancar kebingungan dari wajah dan mata tante Intan, saat menerima bucket bunga yang kuberi. Aku menyernyitkan dahi. “Ah ya, makasih nak Naris. Bisa kamu masuk kedalam sebentar? Ada yang mau tante omongin ke kamu tentang Virgo.” ucapnya ramah.

          Betapa megahnya ruang tamu yang menjadi tempatku berpijak sekarang. Aku terpukau melihat ruang tamu bergaya Eropa ini. Terlihat cantik nan elegan. Penataan barangnya pun sangat rapi. Terdapat pigura dan hiasan dinding yang sangat lucu, nampaknya pemilik rumah ini, menata rumahnya dengan gaya artistik yang bagus.

          Aku dipersilahkan duduk oleh tante Intan. Dua gelas minuman, disuguhkan didepanku. Saat aku menanyakan tentang keberadaan Virgo, tante Intan diam seribu bahasa. Tante Intan, memulai pembicaraannya, “Tante pernah mimpi, bakal ada cewek yang datang kesini bawain bunga. Oh iya, kamu tahu? Kamu adalah cewek yang sangat Virgo suka. Dia memerhatikan kamu udah lama, dulu dia begitu pendiam sampai ngga berani untuk deketin kamu. Tapi, dia selalu berusaha buat deket sama kamu, cari tau segalanya tentang kamu. Sampe waktu itu, dimalam ulang tahun saya, setelah pulang kuliah, dia pergi ke toko bunga, beliin bunga buat tante. Dan, saat perjalanan pulang, mobilnya nabrak pembatas jalan dan dia ngga tertolong.” Tante Intan, menitikan airmata.

          Aku menyipitkan mata, berusaha menahan agar airmataku tidak keluar. Aku ingat lagi, kata-kata yang tante Intan ucapkan barusan. “Tante gausah bercanda sama saya. Kemarin pas ulang tahun saya, Virgo dateng bawa bucket bunga buat saya dan mesan satu bucket bunga buat ulang tahun tante. Tapi sekarang tante bilang, Virgo udah..? Pliss, tante. Aku ngga suka bercanda.” ucapku.
          Tante Intan meninggalkanku yang masih terdiam kaku dan bingung diruang tamu. Bola mataku mencari sosok Virgo ditiap sudut ruangan. Tapi, tak kutemukan batang hidungnya. Tante Intan datang padaku, membawa sebuah buku. Tepatnya sebuah.. Ah, buku yasin (?) Kubuka halaman pertamanya dan ternyata.. Foto Virgo terpampang manis dihalaman depan.

                                                --END--

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Titik Balik

Pengorbanan Shilla

Kopi Pahit