Rasa Yang Lalu

Welcome to the jungle! Hahaaa, balik lagi sama gue disini. Pagi ini gue gakan ngebahas apapun deh. Gue cuma mau nulis, apa yang gue rasain selama ini. Yang semua orang belum tentu ngalamin kaya gue. Dan semua remaja bisa bernasib kaya gue.
Selama bertaun-taun, gue nyimpen ini sendiri. Mungkin tanpa orang lain tau. Sebisa mungkin gue nahan ini semua. Selalu kuat didepan orang yang gue sayang. Seolah ngga nyimpen suatu apapun didalam diri gue. Tapi kenyataannya lain, mungkin rasa ini udah gue rasain sejak kecil. Dan ini gue anggep sebagai sesuatu yang biasa aja, karena dulu.. Gue masih belum ngerti tentang rasa itu.
Sampe akhirnya, setelah menginjak SMP. Rasa itu kembali muncul. Bikin gue melemah. Tapi dulu masih belum separah ini. Gue masih bisa kuat nahan itu semua. Namun, setelah masuk ke SMA. Rasa itu kembali ngeganggu gue. Rasa yang gapernah mau, untuk gue milikin. Rasa yang gapernah gue minta buat dateng dikehidupan gue. Gue ngerasa risau sama rasa ini. Rasa ini bener-bener ngeganggu gue.
Semua orang yang mungkin.. Sekiranya masih peduli sama gue. Terlebih temen-temen deket gue. Selalu panik apabila rasa itu muncul. Dan seolah-olah khawatir dengan keadaan gue. Jadi, gue ngerasa banget udah bikin repot mereka dan nyusahin mereka.
Ada seorang yang berani nanya tentang rasa itu ke gue. Tapi gue jawabnya lain! Gue bilang, gue cuma ngalamin kaya yang anak-anak lain alamin kok. Padahal mungkin, rasa yang gue rasain ini lebih dari apa yang anak-anak lain rasain. Karena belum tentu semua orang ngerasain apa yang gue rasain. Paling hanya beberapa dari segelintir manusia yang ada disekolah.
Jadi, Before I die, I want to see the people I love being with my smile ;)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Titik Balik

Waktu mulai menunjukkan Maghrib. Matahari telah usai bagiannya untuk menyinari hari. Saya pulang dengan tangan kosong. Lagi dan lagi. Saya tau ini buah dari rasa 'leyeh-leyeh' yang terlampau sering. Tapi ini akhir pekan, memang sudah waktunya saya berhenti dari kegiatan. Saya menerka bahwa Abu dan seorang teman jauhnya sekarang telah berkawan dengan jarak. Waktu juga merupakan karibnya yang selalu lengket, tak bisa lepas barang sedetik. Meski saya tau bosan adalah kawan yang paling ampuh untuk bisa kau peluk selain guling. Abu, saya haturkan terima kasih sekali karena kisahmu menjadi parameter saya menelaah hidup, pakar saya dalam menentukan arah.  Saya malu Abu. Sungguh. Saya malu kenapa tidak sejak dulu saya ikuti ucapmu, jalani rasionalmu, ketimbang harus menyusuri perasaan semu. Dulu visioner umpama teman sejawat bagi kita. Kita orang paling berambisi, menilik satu per satu kisah mana yang mau kamu kabulkan dalam perjalananmu sendiri. Mempelajari kontinennya untuk segera ki
Baca selengkapnya

Pengorbanan Shilla

Gambar
Shila adalah anak yang cukup pandai , dia sangat baik hati dan ramah kepada semua orang . Grita atau yang akrab disapa Gita adalah sahabat dari Shila , namun sikap Gita sangat bertolak belakang dengan Shila . Gita adalah anak yang keras kepala dan sangat egois . Pada suatu ketika saat libur sekolah Gita berkunjung kerumah Shila yang tak jauh dari rumahnya . “ pagi Shila “ sapa Gita ketika dibukakan pintu oleh Shila . “ hei pagi juga “ jawab Shila ramah dan menyuruh Gita duduk diruang tamunya . Terlihat Shila menyembunyikan sesuatu dibalik bantal didekat sofa ruang tamu dirumahnya begitu Gita duduk disebelahnya . “ sendirian Shil? “ tanya Gita sambil memandang seisi rumah Shila yang cukup besar itu . Shila hanya tersenyum dan mengangguk . “ oiya gue ambilin minum dulu yah! “ ucap Shila sambil mengambil sesuatu yang dibalik bantal itu lalu pergi ke dapur mengambil minuman untuk Gita . Selang beberapa menit kemudian Shila kembali lagi ke ruang tamu dengan membawa sebotol air minum sek
Baca selengkapnya

Kopi Pahit

Ini masih awal bulan dan sudah banyak teman-teman yang tumbang. Saya masih bisa mendengar ketika saat itu mereka masih dan hanya bisa bertahan selama beberapa hari lamanya di daerah pertahanan mereka. Mereka meraung meminta tolong mendengar kesilapan-kesilapan yang pernah mereka terima dulu, ketika masih menjadi bagian dari yang lain. Tak ada ruang untuk berbagi kedamaian rasanya. Tak ada asa yang bisa menjadi pegangan di masa sulit selain daripada berdoa dan mengaku salah, sebagaimana kita semua adalah pendosa. Saya kala itu masih menahan kantuk yang amat hebat di sebuah kafe di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Ditemani segelas kopi yang dibeli seorang kawan yang berjanjian dengan saya malam ini, padahal saya minta padanya segelas teh susu hangat. Tapi memang dasar pecandu kopi kekinian. Minum teh saja pun tak pernah kecuali di warung makan. Ah, sembari melihat dia yang masih asik dengan ponselnya dan menunggu pesanan makanan kami diantar, saya melirik kumpulan anak kecil di luaran kafe
Baca selengkapnya