Epidemi
Pagi ini ditemani dengan segelas susu dan dua tangkap roti dengan selai cokelat, Arin merebahkan dirinya ke kursi leyeh sebelah meja belajar. Tangannya tak henti berselancar di ponsel dan sesekali tersenyum melihat entah siapa di sana. Jemarinya bergerilya bebas sambil menyesap udara minggu pagi yang cerah. Sesekali dia memikirkan ingin keluar dari rumah. Tak ingin tertahan lebih lama karena epidemi yang merebak ini. Hatinya gusar karena tidak bisa bertemu temannya dengan leluasa. Pikirannya telah penuh dengan isi dari buku novel yang ia baca, imajinya tak ayal ingin menjadikan drama yang baru saja ditontonnya menjadi nyata, khayalnya membludak ramai, penuh dengan segala kisah manis dan pahit yang belakangan ini dirasainya. Kami di Indonesia tengah berjuang bersama melawan epidemi yang beberapa bulan ini menghantui hampir seluruh negara di dunia. Negara yang tadinya kami pikir akan baik-baik saja karena kemungkinan epidemi ini tak akan masuk, ternyata kewalahan juga. Terhitung tangga...